(Al-Qur’an)[1]
A. Pendahuluan
Pada abad ke XVIII dunia islam jatuh kejurang keruntuhan, baik itu dari
segi kenegaraan maupun dari segi moral ummat islam pada waktu itu.
Apalagi agama islam. Perkembangan ilmu agama pun mengalami kebekuan.
Ketauhidan yang dibawa oleh Muhammad saw. Telah diselubung
kurafat-khurafat dan faham kesufian. Mereka kebanyakan telah
meninggalkan mesjid-mesjid dan lebih memilih beribadah di
kuburan-kuburan keramat dan mereka senang memakai azzimat guna
memelindungi diri.
Mereka memuja para wali sebagai manusia suci dan sebagai perantara
kepada Allah karena mereka sendiri menganggap Allah begitu jauh dari
manusia yang awam.[2]
Selain itu juga pada umumnya akhlak yang diajarkan Al-Qur’an tidak lagi
di terapkan dalam kehidupan sehari-hari, kegiatan minum arak dan
berjudi telah menjadi tradisi mereka, pelacuran merebak, akhlak merosot
dan semua dilakukan dengan tanpa rasa takut atau rasa malu.
Peristiwa jatuhnya Andalusia ke tangan missionaris Kristen pada tahun
1492 keadaan Ummat Islam berambah merosot, baik dalam bidang teologi
maupun dibidang kenegaraan. Terlebih lagi pada permulaan abad ke empat
hijiriah ini, fuqaha Sunni menetapkan bahwa pintu ijtihad telah
tertutup. Dengan adanya fatwa ditutupnya pintu ijtihad ini, maka
berkembanglah bid’ah dan khurafat.[3]
|
Pemikiran yang dicetuskan Muhammad bin Abdul Wahab didasari hasrat untuk
memperbaiki ummat Islam timbul, bukan karena reaksi dari suasana
politik yang tengah terjadi tetapi sebagai reaksi terhadap faham tauhid
yang terdapat dikalangan ummat islam yang telah rusak oleh ajaran-ajaran
tarekat yang semenjak abad ketiga belas memang tersebar luas didunia
islam.[4] Sementara itu islam yang benar menurutnya adalah seperti yang dijalankan oleh generasi pertama, para pendahulu yang shaleh (al-salaf al-shalih),
yang pada masa ini telah tercampur oleh kurafat-kurafat dan bid’ah.
Dengan mengatas namakan mereka (salafus shalih), beliau menentang
pembaharuan sesudah zaman mereka (salafus shalih), yang pada
kenyataannya membawa tuhan-tuhan lain kedalam islam, menentang pemikiran
mistik, organisasi tarekat sufi, dan ritual diluar Al-Qur’an.[5]
Adapun disetiap tempat yang ia kunjungi Abdul Wahhab melihat banyaknya
kuburan-kuburan syeh tarekat ditiap kota bahkan ditiap kampung
sekalipun. Dalam pada itu beliau melihat kenyataan yang sungguh ironi
sekali. Betapa tidak, orang-orang islam berbondong-bondong pergi ke
kuburan keramat itu dan mereka meminta pertolongan kepada yang ada di
dalam kuburan itu untuk menyelesaikan problema kehidupan yang mereka
alami seperti meminta jodoh, ingin punya keturunan, ingin sembuh dari
penyakit dan ada juga yang ingin menjadi kaya.
Apa yang menimpa oleh ummat islam membuat rasa prihatin yang
mendalam bagi Muhammad bin Abdul Wahhab. Dari kenyataan yang ada,
Muhammad bin Abdul Wahhab berasumsi hal ini terjadi karena pengaruh
tarekat yang ada ditengah masyarakat. Karena pengaruh tarekat ini,
permohonan dan doa tidak lagi langsung dipanjatkan keapada Allah akan
tetapi melalui syafa’at para wali atau syekh tarikat, karena masyarakat
berasumsi bahwa Allah tidak bisa didekati tanpa perantara. Menurut Abdul
Wahhab hal ini jelas telah menyimpang dari ajaran Islam yang
seharusnya. Oleh karenanya beliau bertekad membentuk sebuah gerakan
pemurnian agama Islam supaya kembali kepada jalan yang semestinya.
Gerakan ini tepatnya terbentuk pada tahun 1740 M.[6]
B. Riwayat Hidup Muhammad bin Abdul wahab
Muhammad bin Abdul wahab lahir di Nejed arab Saudi tahun 1703 M[7] dan wafat pada tahun 1787 di Uyanah, daerah Nejd Saudi Arabia.[8]
Beliau bernama lengkap Muhammad bin Abdul Wahab ibn Sulaiman ibn Ali
bin Muhammad bin Rasyid ibn Rasyid ibn Bari ibn Musyarif ibn Umar ibn
Muanad Rais ibn Zhahir ibn Ali Ulwi ibn Wahab.[9]
Semenjak kecil Muhammad bin Abdul wahab sangat tertarik pada
agama. Pada masa usianya baru mencapai 10 tahun, ia telah mampu
menghafal Al-Qur’an dibawah asuhan ayahnya yang pada waktu itu adalah
seorang Qadi di Uyanah, sebuah daerah di Nejd. Pada waktu itu dimasa
pemeririntahan Muhammad bin Muammar dan ayahnya juga mengajar fiqih dan
hadis dimasjid kota tersebut.[10] Adapun mazhab yang dianut oleh beliau adalah mazhab Imam Hambali Rahimahullah,
tidak seperti yang dituduhkan kepada beliau oleh orang-orang yang
memusuhi beliau, yang nengatakan bahwasannya ibn Abdul wahab membuat
mazhab tersendiri dalam arti kata mazhab kelima[11]
. Setelah merasa cukup menimba Ilmu kepada ayahnya, Setelah mencapai
usia dewasa, Syeikh Muhammad bin Abdul Wahab diajak oleh ayahnya untuk
bersama-sama pergi ke tanah suci Mekah untuk menunaikan rukun Islam
yang kelima - mengerjakan haji ke Baitullah. Ketika telah selesai
menunaikan ibadah haji, ayahnya kembali ke Uyainah sementara Muhammad
bin Abdul Wahhab tetap tinggal di Mekah, kemudian Muhammad bin Abdul
wahab mengebara ke Madinah guna menambah khazanah keilmuannya.
Di Madinah,[12] Muhammad bin Abdul wahab berguru kepada Sulaiman Al-Kurdi dan Muhammad Hayat Al-Sind[13],
setelah itu terus ke Basrah. Di Basrah ia mulai menjalankan fahamnya
yang keras dan menantang segala pendapat dan segala amal yang dianggap
bertentangan dengan ajaran salaf
setelah ia menjumpai penyimpangan-penyimpangan yang dianggapnya
bertentangan dengan faham salaf yang diilhami dari buku-buku Ibnu
Tamiyah. Muhammad bin Abdul Wahab sangat menghargai Syaikul Islam Ibnu
Taimiyah sehingga ia hanya memakai karya-karya Ibnu taimiyah saja dan
melecehkan karya-karya ulama terdahulu yang lain. Hal ini senada dengan
apa yang dinyatakan oleh Sulayman, kakak kandungnya sendiri dalam
risalahnya ia mengatakan bahwa ‘Abd al-Wahhab tidak mengarahkan dirinya
untuk membaca atau memahamikarya-karya para pendahulu dibidang
yurisprudensi. Namun meski ‘Abd al-Wahab melecehkan banyak ahli hukum,
ia memperlakukan ujaran sejumlah ulama, seperti ahli hukum bermazhab
Hambali – Ibnu Taimyah, seolah-olah ujaran itu terwahyukan dari tuhan
tidak boleh dipertanyakan atau didebat.[14]
Hal ini sesuai pernyataan yang diterangkan oleh De Lacy O’leray sebagai berikut:
“Muhammad ibn Ab-dul-Wahab (died 1787) was a reformer inspired by the
books of Ibnu Taymiyah and, like his master, attaced the popular worship
of saints and exhorted his followers to destroy the shrines which
provoked honours which were inconsistent with the honour due to god
alone”.[15]
Setelah dari Basrah ia melanjutkan pengembaraannya ke Ahissa’
dikawasan teluk Arab, dan Baghdad dilembah Mesopotamia (Irak), Damaskus
di Syiria serta Isfahan dan Qum di Iran.[16]
Pada literatur lain disebutkan bahwa pada waktu dikota Baghdad, beliau
memperoleh seorang isteri yang kaya raya. Ketika isterinya meninggal ia
mendapatkan warisan sebanyak 2000 dinar.[17]
Selama dalam pengembaraannya Muhammad bin Abdul Wahab menjumpai
pencemaran terhadap agama yang dilakukan oleh ummat muslim.
Pencemaran-pencemaran terhadap ajaran islam murni bermula dimasa
pemerintahan Islam Abbasiah di Baghdad. Kemajuan ilmu pengetahuan
dizaman ini telah menyeret kaum muslimin untuk ikut pula memasyarakatkan
ajaran filsafat Yunani dan Romawi. Selain itu pengaruh mistik dan dari
budaya rusia ikut berpengaruh negative pada kebudayaan islam. Puncaknya
adalah berbagai macam kebathilan dan takhayul yang dipraktikkan orang
hindu mulai diikuti oleh ummat islam.
Aktivitas-aktivitas seperti mengunjungi para wali, mempersembahkan
hadiah dan meyakini bahwa mereka mampu mendatangkan keuntungan atau
kesusahan, mengunjungi kuburan mereka, dan mengusap-usap kuburan
teresebut dan memohon keberkahan kepada kuburan tersebut.[18]
Seperti yang telah kita bahas diatas bahwasannya dari yang telah
disaksikan oleh Muhammad bin Abdul Wahab selama perjalannanya dalam
pengembaraan maka pada waktu beliau berada di Basrah, beliau berniat
membentuk sebuah gerakan pemurnian Islam. Dari sinilah beliau memulai
gerakannya yang disebut dengan gerakan wahabi.[19]
Dalam menjalankan gerakannya, kaum wahabi dinilai sangat keras dan tanpa
ampun. Gerakan ini dalam ajarannya terus menerus menekan bahwa tidak
ada jalan tengah dalam menjadi seorang muslim. Hanya ada dua pilihan:
menjadi muslim atau tidak. Selain itu jika seorang muslim secara
eksplisit dan atau implisit melakukan suatu perbuatan ketidak murnian
kiemannanya kepada tuhan menurut standar yang dimiliki oleh Muhammad bin
Abdul Wahhab maka, kaum wahabi tidak segan segan menuding orang muslim
tersebut telah kafir dan dengan tanpa rasa cemas sedikitpun kaum Wahabi
akan membunuh orang muslim itu.[20]
Hal ini menyebabkan Muhammad bin Abdul Wahab dan pengikutnya mendapatkan
tuduhan dari golongan musuhnya bahwa kaum Wahabi dinila sangat mudah
mengkafirkan orang muslim yang tidak sepaham dengan mereka. Selain itu
mereka dinilai kejam karena tidak segan-segan membunuh orang muslim yang
tidak sepaham dengan mereka.
Menanggapi hal ini Muhammad bin abdul Wahab memberikan sanggahan
terhadap para musuh-musuhnya dengan menggunakan dalil Al-Qur’an dan
dalil dari hadis Nabi yang ia yakini, guna membenarkan apa yang ia
lakuakan. Sehubungan dengan ini, Syaikh Abdurrahman bin Hammad Al-Umr
memaparkan:
Orang-orang yang antipasti terhadap syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
menuduh bahwa ia suka menganggap kafir kaum muslimin. Menanggapi tuduhan
tersebut, Syaikh mengatakan bahwa sebenarnya dia tidak pernah menggap
kafir seorang muslim. Namun ia menganggap kafir orang yang ingkar kepada
Allah Ta’ala. Dan ia
memiliki dalil Al-Qur’an dan Hadis atas anggapannya tersebut berdasarkan
kesepakatan para ulama dari seluruh mazhab Ahlissunah wal jama’ah.
Sebagai mana yang banyak dijelaskan dalam kitab-kitab fiqh yang layak
diperhitungkan. Dia menganggap orang murtad secara terang-terangan
menentang islam atau orang melakukan salah satu perkara yang dapat
membatalkan keislaman yang telah disepakati bersama. Namun ia tidak
menganggap kafir orang yang melakukan hal itu karena memang tidak tahu
atau karena lupa hingga diajak untuk bertaubat dan diberikan penjelasan
serta hujjah. Jika setelah itu ia tetap tidak mau bertaubat, maka ia
dikafirkan. Dia memberikan fatwa had
“eksekusi” atas orang yang murtad, dan memeranginya jika pelakunya
merupakan kelompok yang membangkang, seperti yang pernah dilakukan oleh
Rasulullah Sallallahu alaihi wa sallam dan para Khulafa’urrasyidin terhadap orang-orang murtad.[21]
Namun, walaupun dari pihak Muhammad bin Abdul Wahab telah memberikan
alasan dalam setiap perbuatannya, masih saja kebencian dari pihak yang
antipasti terhadap kaum Wahabi tidak menghilang. Malahan apa yang
dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab ini menuai kritik pedas dari
kakaknya yaitu Sulayman dan kabarnya juga dari ayah Abdul Wahab.[22]
Ajarannya yang dinilai keras dan kejam itu, maka dalam menjalankan
niatnya ia dimusuhi, terus ditindas. Ketika dia merasa mendapat
perlawanan yang semakin menguat dan kentara, maka diapun meninggalkan
desanya – ‘Ainiyah – pergi ketempat kediaman Amir Saudi,di sebelah utara
Riadh di desa ad-dariyah.[23]
Sesampainya ia didesa Ad-dariyah, Muhammad bin Abdul Wahab berhasil
menanamkan faham yang dimilikinya kepada Amir Saudi yang mana ia
merupakan kepala suku Saud yang sangat berpengaruh diwilayah Nejd.[24]
Disini ia mengikat janji setia dengan keluarga as- Saudi, bahwa dia akan
tetap berada ditengah-tengah keluarga as- Saudi kemanapun mereka pergi.
Sedang pihak Saudi berjanji akan membantunya dalam penyampaian da’wah
dengan kekuasaan dan kekuatan.[25] Peristiwa sumpah setia ini bertepatan dengan tahun 1729[26]
Adanya ikatan antara penguasa Saudi dengan Muhammad bin Abdul Wahab
dengan membawa ajaran-ajaranya tersebut menyebabkan adanya aspek politik
dalam sejarah gerakan keagamaan.[27] Berkat ikatan ini pulalah membuat kekuasaan ibn Su’ud meluas dengan cepat menyebar keseluruh Jazirah Arab.[28]
Gerakan ini merupakan hampir satu-satunya gerakan pembaharuan keagamaan
yang paling sukses secara politik, yaitu setelah bergabung dengan
kekuatan dinasti Saud, pembaharuan diJazirah ini juga sangat menarik
karena ia dilancarkan tanpa sedikitpun ada persinggungan dengan
kemodernan dari barat.[29]
Keadaan ini berlangsung dengan baik sampai Syekh Muhammad bin Abdul Wahab meninggal dunia pada tahun 1792.[30] Dan setelah meninggalnya Muhammad bin Abdul Wahhab, perjuangannya masih diteruskan oleh muridnya Mawlawi dan putranya.[31]
Sementara itu, gerakan ini juga telah sampai ke Indonesia, tepatnya di pulau sumatera[32]
dibawa oleh orang Indonesia yang pada waktu itu pergi menunaikan ibadah
haji ke Makkah. Tak hanya di Indonesia gerakan ini juga sampai di Libya
dan Algeria yang dipelopori oleh Imam Sanusi dan gerakannya diberi nama
Sanusiyah, walaupun gerakan ini tidak murni dari aliran Wahhabi tetapi
lahirnya gerakan ini terinspirasi dari gerakan yang dilakukan oleh
orang-orang Wahhabi.
Sesudah meninggalnya Syeih Muhammad bin Abdul Wahhab pada 29 syawal 1206
= 1792 M (dalam usia 95 Th) juga, gerakan Wahhabi semakin berkembang
ditangan penguasa Saudi, Muhammad bin Saud. Setelah Muhammad bin Saud
meninggal, perjuangannya dilanjutkan oleh putranya yaitu Abdul Aziz.
Ditahun 1802, mereka menyerang padang karbala. Karena kota ini terdapat
kuburan Al-Husainyang merupakan kiblat bagi golongan syi’ah. Beberapa
tahun kemudian mereka juga menyerang Madinah. Kubah yang ada diatas
kuburan –kuburan mereka hancurkan. Hiasan-hiasan yang ada dikuburan Nabi
pun mereka rusak. Dari Madinah meneruskan penyerangan ke Mekah, mereka
merusak kiswah penutup ka’bah karena menurut mereka itu adalah bid’ah.[33] .
C. Gerakan Pemurnian: Pemurnian Tauhid
Pemikiran pemurnian Muhammad bin Abdul Wahhab dituangkan dalam sebuah
kitab karangan beliau sendiri yaitu daiantaranya Kitab Tauhid dan Kitab
Kasyfus Sybhat.
Menurut Muhammad bin Abdul Wahhab, tauhid adalah sesuatu yang sangat
mendasar bagi ummat islam dan oleh karena penegakan tauhid itulah para
rasul diutus. Hal ini telah diungkapkan oleh beliau sendiri sebagai
berikut:
Ketahuilah wahai saudaraku seiman, -semoga Allah senantiasa memberi
rahmat kepada anda-, bahwa sesungguhnya “TAUHID” adalah meng esakan
Allah dalam beribadah. Dan tauhid ini adalah agama para rasul, yang
Allah utus untuk mereka untuk membawa agama itu kepada hamba-hambanya. [34]
yang dimaksud dengan tauhid adalah al-ibadah[35]
atau pengabdian kepada Allah. Hal ini didasarkan kepada pendapat beliau
bahwa setiap rasul yang diutus tidak lain hanya lah untuk menyeru agar
ummat manusia menyembah kepada Allah dan bukan kepada selain_Nya. Beliau
mendasari pendapatnya dengan firman Allah :
Dan sungguhnya kami Telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut[37]
itu", Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh
Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang Telah pasti kesesatan
baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).[38]
Ayat
ini menurut Muhammad bin abdul Wahhab, bahwa Allah menciptakan
makhluk_Nya karena mengandung hikmah yang besar yaitu agar makhluk
teresebut melaksanakan segala yang diwajibkan Allah kepadanya dan
meninggalkan ibadah kepada selainnya. Dari hal ini – katanya- kita bisa
membentuk dan mendidik pribadi muslim atas dasar ibadah yang benar dan
atas dasar akidah/ pedoman kepercayaan yang sehat dan selamat.[39]
Adapun
keistimewaan orang yang merealisir tauhid adalah masuk kedalam surga
tanpa dihisab. Hal ini didasarkan pada hadis nabi saw. Dari Said bin
Jubair yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Yang artinya:
Segolongan
ummat Muhammad saw. yang mrealisir tauhid dengan benar, mereka ada
70000 semuanya masuk surga tanpa hisab dan tanpa siksa. Rasulullah
ditanya tentang mereka itu maka beliau bersabda: mereka yang tidak minta
dijampi dan tidak minta di “cos”(ditempel dengan besi yang dipanaskan)
dan yang tidak menentukan nasib dengan burung dan mereka hanya
bertawakal kepasda Allah[40]
Mereka
orang-orang yang yang melakukan penentuan nasib lewat burung terbang,
adalah merupakan bentuk ktidak percayaan kepada takdir yang telah
ditentukan bagi mereka.
D. Gerakan Pemurnian: kasus Wasilah
Abdul Wahhab berpendapat orang yang meminta pertolongan kepada Allah
memakai perantara dalam berdo’a meminta syafaat serta bernazar kepada
selain Allah dan tidak percaya kepada qada dan qadar adalah termasuk
syirik. Berkenaan dengan hal ini beliau mengutip firman Allah swt:
Jika
Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, Maka tidak ada yang
dapat menghilangkannya kecuali Dia. dan jika Allah menghendaki kebaikan
bagi kamu, Maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. dia memberikan.
kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya
dan Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[41]
Ayat
ini mejelaskan bahwa kebaikan atau pun keburukan semua itu berasal dari
Allah swt. Siapapun tidak mendapat peran dalam menentukan baik
danburuknya seseorang walaupun ia seorang wali sekalipun. Jadi beliau
dengan gigih menumpas segala praktek wasilah karena pada hakikatnya
segala sesuatu itu datangnya dari Allah swt.
Atau
siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila
ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang
menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi apakah disamping
Allah ada Tuhan (yang lain)? amat sedikitlah kamu mengingati(Nya).[42]
Kata-kata
doa yang terdapat dalam ayat tersebut diartikan oleh beliau adalah doa
yang semata-mata diarahkan kepada Allah, memurnikan ibadah kepadanya
dan bukan meminta kepada selain_Nya.[43]
baik kepada pohon, patung, gunung dan sebagainya. Selain itu dalam
berdoa harus disertai tawakkal dalam arti kata bahwa berserah diri
kepada Allah setelah kita melakukan usaha secara maksimal.
E. Gerakan Pemurnian: kasus Syafaat
Syafa'at telah dijadikan dalil oleh kaum musyrikin dalam memohon kepada
malaikat, nabi dan wali. Kata mereka,Kami tidak memohon kepada mereka
kecuali untuk mendekatkan diri kepada Allah dan memberikan syafa'at
kepada kami di sisiNya.Maka diuraikan oleh Muhammad bin Abdul Wahhab
bahwa syafa'at yang mereka harapkan itu adalah percuma,bahkan syirik;
dan syafa'at hanyalah hak Allah semata, tiada yang dapat memberi
syafa'at kecuali dengan seidzinNya bagi siapa yang mendapat ridhaNya.[44]
Dan berilah peringatan dengan
apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut akan dihimpunkan
kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka tidak ada seorang
pelindung dan pemberi syafa'atpun selain daripada Allah, agar mereka
bertakwa.[45]
Katakanlah: "Hanya kepunyaan
Allah syafaat itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi.
Kemudian kepada- Nyalah kamu dikembalikan"[46]
Abul 'Abbas mengatakan,
Allah telah menyangkal segala hal yang menjadi tumpuan kaum musyrikin,
selainDiri-Nya sendiri, dengan menyatakan bahwa tak seorang pun selain
Allah mempunyai kekuasaan, atau sebagainya,atau pembantu Allah.[47]
Adapun tentang syafa'at, maka telah ditegaskan Allah bahwa syafa'at ini
tidak berguna kecuali bagiorang yang telah diizinkan Allah untuk
memperolehnya, sebagaima firmanNya,
Allah mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaat[48] melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati Karena takut kepada-Nya.
Syafa'at yang ditetapkan ini adalah syafa'at untuk Ahlul Ikhlas
wat-Tauhid dengan seizin Allah bukan untuk mereka yang berbuat syirik
kepadaNya. Dan pada hakekatnya, bahwa Allah-lah yang melimpahkan
karuniaNya kepada Ahlul Ikhlashwat-Tauhid dengan memberikan maghfirah
kepada mereka melalui doa orang yang diizinkan Allah untuk memperoleh
syafa'at, untuk memuliakan orangitu dan menerimakan kepadanya Al-Maqam
Al-Mahmud (kedudukan terpuji). Jadi syafa'at yang dinyatakan tidak ada
oleh Al-Qur'an, adalah apabila adasesuatu syirik di dalamnya. Untuk itu
Al-Qur'an telah menetapkan dalambeberapa ayat bahwa syafa'at adalah
dengan izin dari Allah; dan Nabi sudah menjelaskan bahwa syafa'at
hanyalah untuk Ahlut-Tauhid wal-Ikhlash.[49]
Beliau juga mengatakan bahwa Nabi tidak berhak memberi Syafaat kecuali
dengan kehendak Allah. Hal ini didasarkan pada firman Allah swt:
Sesungguhnya
kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi,
tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan
Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.[50]
Berkenaan dengan hal ini tatkala Abu Thalib akan meninggal, Rasulullah
mengajak Abu Thalib untuk memeluk islam, tetapi Abu Talib tetap
bersikeras terhadap agama nenek moyang nya, sehingga Abu Talib tetap
dalam keadaan kafir. Kemudian rasulullah saw. Memintakan ampun untuknya,
tetapi Allah melarangnya.[51]
Ayat-Ayat diatas menunjukkan bahwa syafa'at seluruhnya adalah hak khusus
bagi Allah, menunjukkan bahwa syafa'at tidak diberikan kepada seseorang
tanpa izin dari Allah.selain itu juga menerangkan bahwa syafa'at
diberikan oleh orang yang diridhai Allah dengan izin dariNya. Dengan
demikian syafa'at adalah hak mutlak Allah, tidak dapat diminta kecuali
dariNya; dan menunjukkan pula kebatilan syirik yang dilakukan oleh kaum
musyrikin dengan mendekatkan diri kepada malaikat, atau nabi dan
orang-orang yang shalih, untuk meminta syafa'at mereka. Bersamaan dengan
itu juga bahwasannya keterangan Al-Qur’an mengandung bantahan terhadap
kaum musyrikin yang mereka itu menyeru selain Allah, seperti malaikat
dan makhluk-makhluk lainnya, karena menganggap bahwa makhluk-makhluk itu
mendatangkan manfaat atau menolak mudharat;[52]
dan menunjukkanbahwa syafa'at tidak berguna bagi mereka, karena syirik
yang mereka lakukan, tetapi hanyaberguna bagi orang yang mengamalkan
tauhid dan itu pun dengan seizin Allah.
F. Kesimpulan
Gerakan Wahabiyah yang dibangun oleh Muhammad bin Abdul Wahhab timbul
karena didorong oleh hasrat untuk memperbaiki keadaan ummat islam
melalui upaya memperbaiki ajaran islam yang dianut oleh masyarakat
islam, khususnya melalui pemurnian tauhid dari unsur bid’ah, khurafat,
dan takhayul. Hasrat dan cita-cita teresbut semuanya tercermin dalam
ajaran-ajaran yang dianutnya secara keseluruhan bertemakan tauhid.
Namun demikian ajaran atau pemikiran yang dibawa oleh gerakan tersebut
mempunyai pengaruhterhadap pembaharuan pemikiran islam diabad kesembilan
belas yaitu pemikiran yang menyatakan hanya Al-Qur’an dan hadislah yang
merupakan sumber asli dari ajaran islam tidak membenarkan sikap taklid
dan sealain itu pintu ijtihad masih senantiasa terbuka.
Gerakan Muhammad bin Abdul Wahhab lebih kepada pemurnian ajaran islam
namun berpengaruh terhadap timbulnya pembaharuan pemikiran islam abad
selanjutnnya. Geraka tersebut karena menempuh cara-cara yang kaku, keras
dan tak kenal kompromi dalam memasyarakatkannya, maka sering diwarnai
oleh suasana konflik dan pertikaian dengan golongan lain yang tak
sepaham.[53]
Selain itu juga sering dimanfaatkan oleh kekuatan luar tujuan-tujuan
yang bersifat politis. Oleh karenanya gerakan wahabiyah sering dituduh
sebagai kelompok pembangakang oleh golongan lain.
Namun tidaklah demikian, karena gerakan ini menimbulkan keberanian moral
dikalangan ummat islam untuk mengatasi keterbelakangannya melalui
pembaharuan pemikiran dalam islam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Abdul Wahhab Muhammad bin Kitab Tauhid (terj), (Surabaya: Bina Ilmu, 1982)
- Abdul Wahhab Muhammad bin, Kasyfusy Syubhat (ter), (Islamic Propagation in Rabwah, tt)
- Ahmad, Zainal,Abidin, Ilmu politik V Sejarah Islam dan UmmatnyaSampai sekarang,()
- Al-Bahy, Muhammad, Alam Perkembangan Islam dan Perkembangannya(Jakarta: Bulan Bintang, 1987)
- Horani, Albert, Pemikiran Liberal Dunia Arab, (Bandung: Mizan, 2004)
- Amin, Husyain Ahmad, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam.(Bandung: Rosda Karya,2000)
- Anshari Syaifuddin, Endang, Wawasan Islam, (Jakarta: Rajawali Perss, 1986)
- Asmuni Yusran, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam,(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998)
- bin Hammad Al-Umr Syaikh Abdurrahman, Hakikat Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab,(Jakarta: PT. Darul Falah, 2006)
- El Fadl Abou Khaled, Selamatkan Islam dari muslim Puritan, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006
- Fakri, Majid, Sejarah Filsafat Islam,(Jakarta: Pustaka Jaya)
- Gazalba, Sidi, Asas Kebudayaan Islam, (Jakarta, Bulan Bintang)
- Hitti, Philip, History Of The Arabs, (Bandung: Serambi, 2002)
- Madjid Nurkholis, Khazanah Intelktual Islam(Jakarta: Bulan Bintang, 1984)
- Mohammad, Hery dkk., Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006)
- Mufrodi Ali, Islam dikawasan Kebudayaan Arab, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997)
- Nasution, Harun, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975)
- Rahiem Husni, Perkembangan Ilmu Fiqh di Dunia Islam, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1986)
- Stoddard Lothrop, Dunia Baru Islam, Jakarta, 1966
[1] Lihat Q.S An-Nahl: 97
[2] Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam, (Jakarta, 1966), hal. 29
[3] Drs. Husni Rahiem, Perkembangan Ilmu Fiqh di Dunia Islam, (Jakarta: Departemen Agama RI, 1986), hal. 15
[4]Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta: Bulan Bintang, 1975), hal. 23
[5] Albert Horani, Pemikiran Liberal Didunia Islam, (Bandung: Mizan, 2004), hal. 63
[6] M Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Husada, 1995), hal. 62
[7]
Pada tahun ini lahir dua pembaharu besar yaitu Muhammad bin Abdul Wahab
di Uyainah (Arabia) dan Syah Waliyullah di Delhi (India). Endang
Syaifuddin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: Rajawali Pers, 1986), hal. 395
[8] M Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam(Jakarta: Raja Grafindo Persada),hal. 58
[9] H.M Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, hal. 58
[10] Ali Mufrodi, Islam dikawasan Kebudayaan Arab, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 152
[11] Syaikh Abdurrahman bin Hammad Al-Umr, Hakikat Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, (Jakarta: PT. Darul Falah, 2006), hal. 31
[12]
Dimadinah beliau memiliki teman yang sama-sama belajar dengannya
yaitu: Ali Afandi bin Shadiq bin Ibrahim Al –Daghistany. Lihat Azumardy
Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara, (Bandung: Mizan, 1995), hal. 135
[13] H.M Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, hal. 59
[14] Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari muslim Puritan, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006)hal. 73
[15] Artinya:
“Muhammad bin Abdul Wahab yang meninggal pada 1787adalah seorang
pembaharu yang diilhami oleh buku-buku karangan Ibnu Taimiyah . sebagai
hal gurunya itu, dia menghantam segala ibadat yang diajarkan oleh
ulama-ulama, dan mengerahkan segala pengikutnya untuk melawan segala
tempat keramat yang dipuja-puja dan dihormati yang bertentangan dengan
penyembahan yang harus dilakukan hanya kepada tuhan saja”. Zainal Abidin
Ahmad, Ilmu Politik V sejarah islam dan Ummatnya Sampai Sekarang, (), hal. 269-270
[16] Muhammad Al-Bahiy, Alam Fikian Islam dan Perkembangannya, (Jakarta: Bulan Bintang, tt.), hal. 72
[17] H.M Yusran Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam, hal. 59
[18] Hery Mohammad dkk., Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta: Gema Insani, 2006), hal. 244
[19]
Sebutan Wahabi adalah nama yang berikian oleh lawan lawan kaum wahabi
kepada kaum yang mengikuti Muhammad bin Abdul Wahab. Lihat, Ali Mufrodi,
Islam dikawasan Kebudayaan Arab, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997), hal. 151
[20] Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari muslim Puritan, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006), hal. 65
[21] Syaikh Abdurrahman bin Hammad Al-Umr, Hakikat Dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahab, hal. 86-87
[22] Khaled Abou El Fadl, Selamatkan Islam dari muslim Puritan, hal. 73
[23] Muhammad Al-Bahiy, Alam Fikian Islam dan Perkembangannya, hal. 73
[24] Lothrop Stoddard, Dunia Baru Islam, hal. 31
[25] Al-Bahy, Alam Fikian Islam dan Perkembangannya, hal. 73
[26] Endang Syaifuddin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: Rajawali Perss, 1986)hal. 395
[27] Muhammad Al-Bahiy, Alam Fikian Islam dan Perkembangannya, hal. 73
[28] Phillip K. Hitti, History Of The Arab’s, (Bandung: Serambi, 2002), hal.948
[29] Nurkholis Madjid, Khazanah Intelktual Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1984), hal. 61
[30] Muhammad Al-Bahiy, Alam Fikian Islam dan Perkembangannya, hal. 73
[31] Zainal Abidin Ahmad, Ilmu Politik V sejarah islam dan Ummatnya Sampai Sekarang,hal.272
[32]
Gerakan Wahhabi di pulau Sumatera tepatnya didaerah Sumatera Barat
dengan nama kaum paderi atau juga disebut dengan kaum muda. Seperti di
dunia Arab, di Indonesia gerakan ini juga mengalami konflik dengan
penduduk islam setempat yang berbeda faham dan konflik yang terjadi ini
lebih dikenal dengan perang paderi. Faham ini dibawa oleh: H.Miskin, H.
Piabang, dan Haji Sumanik.
[33] Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, hal. 26
[34] Muhammad bin Abdul Wahhab, Kasyfusy Syubhat (ter), (Islamic Propagation in Rabwah, tt), hal.3
[35] ialah
penghambaan diri kepada Allah dengan mentaati segala perintah-Nya
danmenjauhi segalalarangan-Nya, sebagaimana yang telah disampaikan oleh
Rasulullah.Dan inilah hakikat agama Islam, karena Islam maknanya ialah
menyerahkan diri kepadaAllah semata-mata yang disertai dengan kepatuhan
mutlak kepada-Nya dengan penuh rasarendah diri dan cinta.Ibadah berarti
juga segalaperkataan dan perbuatan, baik lahir maupun batin,
yangdicintai dan diridhai Allah. Dan suatu amal diterima oleh Allah
sebagai suatu ibadahapabila diniati ikhlash, semata-mata karena Allah;
dan mengikuti tuntunan Rasulullah.
[36] Lihat Q.S Adz-Dzari’at : 56
[37] Thaghut
ialah setiap yang digunakan -selain Allah- dengan disembah, ditaati,
atau dipatuhi;baik yang digunakan itu berupa batu, manusia, ataupun
setan.Menjauhi thaghut: mengingkarinya;membencinya; tidak mau menyembah
dan memujanyabaik dalam bentuk dan dengan cara apapun.
[38] Lihat Q.S An-Nahl: 36
[39] Muhammad bin Abdul Wahhab Kitab Tauhid (terj), (Surabaya: Bina Ilmu, 1982), hal. 18
[40] Muhammad bin Abdul Wahhab Kitab Tauhid (terj), hal. 29
[41] Lihat Q.S. Yunus : 107
[42] Lihat Q.S. An-Naml:62
[43] Jurnal Usuluddin, (Pekanbaru, Suska press, 2002), hal.75
[44]
Sedikitnya ada dua syarat yang harus ada pada syafa’at: a). keridlaan
Allah terhadap orang yang akan menerima syafa’at; b). idzin Allah
terhadap orang yang diberi wewenang untuk memberikan syafa’at itu. Lihat
Kitabut Tauhid (terj) Karangan Muhammad bin Abdul Wahhab , (Surabaya:
Bina Ilmu, 1982), hal. 63
[45] Lihat Q.S. Al-An’am: 51
[46] Lihat Q.S. Az-Zumar:44
[47] Lihat kitab Tauhid oleh Syaikh Muhammad At-Tamimi http://forsitek.brawijaya.ac.id/ Syaikh Muhammad At-Tamimi
[48] Syafa'at:
usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau
mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa'at yang tidak
diterima di sisi Allah adalah syafa'at bagi orang-orang kafir., syafa'at
yang baik ialah: setiap sya'faat yang ditujukan untuk melindungi hak
seorang muslim atau menghindarkannya dari sesuatu kemudharatan. syafa'at
yang buruk ialah kebalikan syafa'at yang baik.
[49] Abu Hurairah telah bertanya kepada beliau, "Siapakah oreng paling beruntung
dengan syafa'at engkau?" beliau menjawab, "Ialah orang yang mengucapkan 'La
Ilaha Illallah' dengan ikhlas dari dalam hatinya." (Hadits riwayat Imam Ahmad dan Al-Bukhari)
[50] Lihat Q.S Al-Qashshash: 56
[51] Diriwayatkan dalam Shahih Al-Bukhari, dari Ibn Al-Musayyab, bahwa
bapaknya berkata,
Tatkala Abu Thalib akan meninggal,
datanglah Rasulullah kepadanyadan saat itu 'Abdullah bin AbuUmayyah
serta Abu Jahl berada disisinya, maka beliau bersabda kepadanya,Wahai
pamanku! Ucapkanlah "La Ilaha Illallah" suatu kalimat yang dapat aku
jadikan bukti untukmu di hadapan Allah.Tetapi disambut oleh 'Abdullah
bin Abu Umayyah dan Abu Jahl,"Apakah kamu membenci agama Abdul
Muththalib?" Lalu Nabimengulangi sabdanya lagi, akan tetapi mereka pun
mengulang-ulangi kata-katanya itu pula. Maka akhir kata yang
diucapkannya, bahwa dia masih tetappada agama Abdul Muththalib dan
enggan mengucapkan "LaIlaha Illallah". Kemudian Nabi bersabda, "Sungguh,
akan akumintakan ampunan untukmu, selama aku tidak dilarang." Lalu
Allah Menurunkan firmanNya,
Tidak sepatutnya bagi Nabi dan
orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi
orang-orangmusyrik. (At-Taubah: 113). Dan mengenai Abu Thalib, Allah
menurunkan firrman-Nya,Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi
petunjukkepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberipetunjuk
kepada orang yang dikehendaki-Nya.
26.
Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun
tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang
dikehendaki dan diridhai (Nya).
[53]
Para pengikut Syekh Wahhab pernah mengancam akan menghancurkan segenap
tempat suci dalam kota Madinah, karena mereka menganggap tempat itu
dapat menyebabkan orang tidak lagi percaya akan ke-esaan tuhan (syirik).
Mereka memberi perhatian khusus terhadap pengahncuran makam Rasulullah
yang dianggap oleh peziarah picik sebagai makam yang memilki kualitas
magis dan mitos.

0 komentar:
Posting Komentar